Sholat Sampai Kaki Bengkak

 Kalau berbicara  tentang ilmu atau Al-Quranul karim, kita berbicara tentang bertambah iman. Karena orang beriman itu apabila dibacakan ayat Allah, imannya bertambah. Maka bersyukurlah apabila kita mendapat kesempatan untuk menambah ilmu kita. Berdoa agar ilmu yang bertambah ini bisa bermanfaat, minta pertolongan ke Allah. Karena kata Imam Asy-Syafi'i, ilmu itu yang bermanfaat, bukan yang sekedar dihafal. Memanfaatkan ilmu itu tidak mudah, maka kita harus meminta pertolongan pada Allah. 

Ingatlah bahwa kita ini adalah hamba yang diciptakan untuk tidak berbuat kesyirikan. Tugas kita adalah itu, terlepas apa expertise kita. Maka dari itu, ibadah yang dilakukan harus sesuai dengan sunnah. 

Beda nabi dan manusia adalah ketika melakukan satu dosa pasti langsung diluruskan. Pada hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim ini, pelajaran yang bisa dipetik adalah sebagai berikut.

1. Lihat bagaimana adab istri disini, beliau tidak memanggil dengan nama, tapi dengan panggilan kehormatan, bertanya dengan penuh kesantunan kepada Rasulullah

2. Terjadi khilaf hukum qiyamul lail bagi rasulullah. Kebanyakan ulama mengatakan bahwa wajib untuk nabi, sebagian lagi mengatakan tidak wajib. Hukum qiyamul lail bagi umat islam adalah sunnah, mustahab. Terlepas apa hukumnya bagi nabi, beliau beribadah sangat luar biasa.

3. Hadits ini menjelaskan kesungguhan rasul dalam beribadah secara umum dan shalat malam secara khusus, beliau beribadah sampai telapak kaki beliau bengkak. Beliau shalat sampai kakinya bengkak karena betapa panjang dan khusyu'nya beliau shalat. Sahabat yang rajin ibadah seperti Abdullah bin Mas'ud, beliau mengatakan bahwa Rasulullah  shalatnya lama sekali sampai berpikit yang tidak baik. Lalu ditanyakan apa pikiran yang tidak baik itu. Ia berkata bahwa ia ingin duduk saja dan tinggalkan. Itu adalah testimoni dari Abdullah bin Mas'ud yang Ahlul Qur'an. Hudzaifah bin Yaman pernah shalat dengan Nabi  juga, itu sangat luar biasa, sampai-sampai Nabi membuka shalatnya dengan membaca surat Al Baqarah. kemudian Hudzaifah berpikir bahwa Al Baqarah akan dipisah menjadi 2 rakaat. ternyata ia melanjutkan sampai An-Nisa dan Ali Imran. Semua itu dibaca dalam satu rakaat. Hudzaifah menyangka, Rasulullah ﷺ akan rukuk di ayat ke 100, eh lanjut. Ia menyangka akan dibagi ke 2 rakaat. ia menyangka lagi akan dibaca sampai selesai pada satu rakaat, ternyata dilanjut lagi. Rasulullah  membacanya dengan pelan-pelan. Itu adalah yang dilakukan oleh orang yang telah dijamin surga. Itu adalah kesungguhan, Beliau yang memberi syafaat di hari kiamat. 

Lalu kita banyak main-main, santai-santai. Kalau bangunnya mepet subuh kaya Abu Hurairah yang begadang belajar masih dapet uzur. Ini ga belajar, ga nuntut ilmu, bangunnya masih mepet, terus merasa ga bersalah, merasa diri besar. Ini adalah pelajaran bagi kita. Kalau nabi seperti itu, meskipun kita tidak dapat menyamainya, setidaknya berusaha untuk melakukan semampunya. Kita harus punya bagian dari waktu malam. Karena waktu malam itu benar-benar prestisius. Jangan beralasan sibuk, karena orang beriman itu seperti yang disebutkan pada surat As-Sajdah ayat 16:

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ ٱلْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَـٰهُمْ يُنفِقُونَ

"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami berikan."

Lambung orang beriman itu kurang akrab sama kasur. Maksudnya ga diajar rebahan terus, ga tiduran terus. nah, gimana lambung kita? 
Maka Allah berfirman di Surat Az Zumar ayat 9:


أَمَّنْ هُوَ قَـٰنِتٌ ءَانَآءَ ٱلَّيْلِ سَاجِدًا وَقَآئِمًا يَحْذَرُ ٱلْـَٔاخِرَةَ وَيَرْجُوا۟ رَحْمَةَ رَبِّهِۦ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَـٰب

"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran."

Shalat malam itu kunci keberuntungan. Maka tanya, orang yang beruntung itu siapa? kalian? atau orang yang suka qiyamul lail? Makanya kalau mau keberuntungan, shalat qiyamul lail. Qiyamul lail itu kunci keberuntungan. siapa yang lebih beruntung, kalian atau orang yang qiyamul lail? Emangnya sama malam yang orang sudah ngaji dan orang yang ngaji. Orang yang udah belajar harusnya ga salah, emangnya sama orang yang berilmu dan tidak berilmu? Jangan bawa-bawa alasan sibuk di waktu siang sehingga ga punya waktu di malam hari. Alasan kita adalah dunia. Emangnya kita lebih sibuk dari umar?

Umar itu pernah menyampaikan kalau qiyamul lail tuh luar biasa radhiyallahu 'anhu. Ia bisa shalat baca satu ayat diulang-ulang sampai beliau nangis, karena kepikiran. Pas jadi khalifah, beliau sibuk luar biasa. Wajar kalau wajahnya terlihat cape. Maka orang-orang disekitarnya menyuruh beliau untuk istirahat. Beliau berkata, "kalau aku tidur di waktu siang (pagi, siang, atau sore hari), maka aku akan terlantarkan urusan rakyatku. Kalau aku tidur di waktu malam, aku sia-siakan kebersamaanku bersama Allah."

Waktu malam untuk orang beriman itu berharga untuk tadabbur, qiyamul lail, berdzikir, semua kebersamaan dengan Allah. Kita bukan sibuk, tapi ga berkah waktu, gaada semangat juang ibadah, meremehkan ketaatan pada Allah. Dalam hadits yang shahih, pernah ada masalah rasulullah dengan Hafshah binti Umar bin Khaththab. Pada saat itu, Umar sedih. Sampai beliau usapkan wajahnya dengan tanah. Tapi masalahnya tidak berlarut-larut. Malaikat Jibril datang ke Rasulullah ﷺ untuk kembali pada Hafshah karena beliau adalah wanita yang rajin puasa dan rajin qiyamul lail dan Hafshah akan jadi istri beliau di surga kelak. Maka untuk menyelesaikan masalah rumah tangga dapat diselesaikan dengan qiyamul lail, minta pertolongan pada Allah. Tidak ada dalil yang tegas apa penyebab permasalahan Nabi ﷺ dan Hafshah. Ketika masalah antara mereka tidak dibuka, sesungguhnya Nabi ﷺ sedang mengajarkan adab. Beliau bersabda bahwa orang yang berakal tidak akan membuka kesalahan/aib istrinya. Diantara perkara suami ketika ingin menceraikan istrinya adalah aibnya jangan dibuka, harus menjaga kehormatan istri, itu gentleman.

Allah langsung perintahkan Rasulullah ﷺ untuk kembali normal dengan Hafshah karena rajin puasa dan rajin qiyamul lail. Kalau punya masalah, cari wajah Allah, minta pertolongan Allah. Kalau punya masalah besar, waktu malamnya dimaksimalin untuk shalat malam. Cari waktu malam, sujud, rukuk, minta ampunan sama Allah, hidupkan malam. Atau mau pake caranya Abu Hurairah. Beliau itu diajarkan nabi untuk witir sebelum tidur. Beliau ngumpulin istri dan pembantunya. Lalu beliau briefing istri dan pembantunya. Abu Hurairah ingin pada rumahnya selalu ada yang menghidupkan malam. sepertiga pertama, Abu Hurairah yang shalat, sepertiga kedua istrinya, sepertiga ketiga pembatunya yang shalat. Itu agar rumahnya dijaga, dijauhkan dari gangguan jin dan syaithan. Caranya ga wajib seperti itu, tapi kreativitas sahabat untuk menghidupkan malam.

Pas Utsman bin Affan terbunuh karena pemberontakan, kata istrinya, "Kalian membunuh suamiku padahal suamiku acapkali menghidupkan malam dengan Al-Quranul Karim." Masa ada orang jahat menghidupkan malam dengan Al Quran? beliau bisa mengkhatamkan Al Quran dalam satu rakaat. Beliau tidak mungkin melakukan tuduhan-tuduhan kalian. 

Hanya orang yang tulus yang bisa melakukan itu. Itulah kesungguhan.

Kembali ke hadits diatas.

Beliau ﷺ berkata: 

أفلا أُحِبُّ أَن يكون عبدا شَكورا؟

"Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur?"

Ada dua hal yang menjadi motif kenapa beliau shalat sampai kaki beliau bengkak : beliau ingin menjadi hamba dan bersyukur. Harusnya ini jadi cita-cita kita, sudahkah kita menjadi hamba?

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ  

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (Adz-Dzariyat : 56)

Seringkali hiruk pikuk dunia ini membuat kita lupa. Bukankah itu yang menjadi tujuan hidup kita? sudahkah kita menjadi hamba ketika kita beribadah, ketika berperan menjadi anak, sudahkah kita menjadi hamba yang bersyukur? kalau kita bisa menghayati itu benar-benar, tidak ada emosi, tingkah menyebalkan, ego. Kita ngaji, apakah tujuannya? apakah sekedar pintar, biar ngerti, atau mau jadi hamba, hamba yang bersyukut? apakah sekedar pintar akan menyelamatkan kita dari neraka, adzab kubur, kesombongan? semakin pintar biasanya peluang sombongnya semakin besar. Jadi hamba itu prestisius, jangan remehkan jadi hamba yang tidak syirik.

Jangan berdalih sibuk, karena muslim memang harus produktif. Bukankah Allah lebih mencintai muslim yang diantaranya paling bermanfaat pada manusia lain? bukankah Allah mencintai muslim yang lebih kuat daripada yang lemah? tapi itu siang aja. Malam adalah momen kita dengan Allah ta'ala. Itu keseimbangan hidup. Kalau semua waktu dikasih buat manusia, sakit hati kita. Kalau semua waktu dikasih untuk kerjaan, dunia, keras hati kita.

- Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri حفظه الله تعالى












Komentar