Kebanting mental

Pemandangan wisudawan dan kabar telah sidangnya seseorang adalah berita bahagia. Iya, bahagia bagi orang yang sudah pernah melalui sidang, bahagia bagi keluarganya, bahagia bagi adik-adik tingkat yang mengenalnya atau bahkan menjadikan ia sebagai panutan. Teman-teman seangkatannya yang belum sidang pun sebenarnya berbahagia, memberikan bunga, menyelamati, berfoto ria. Namun sebenarnya yang di dalam hatinya sepulang dari itu adalah, "aduh gue kapan ya?", kemudian insecure dan nangis di pojokan.

Tidak, aku tidak sampai nangis di pojokan, tidak membantah juga bahwa perasaan itu memang ada. Ada baiknya untuk memiliki pemikiran demikian, artinya kita menjadi terpacu untuk menyusul pencapaian teman kita. Namun jika implikasi dari pemikiran tersebut malah sebaliknya, minder yang menjadi-jadi malah menyebabkan tidak adanya progres yang berarti. Dasar anak muda, baru saja melihat temannya sidang dan memakai toga saja sudah begini, bagaimana nanti kalau temannya menyapa dengan mobil pribadi atau seragam kerja kebanggannya, sedangkan diri sendiri masih begitu-begitu saja? Lebih kebanting mentalnya.

But their success is not your failure. Ketika teman kita terlihat pencapaiannya melebihi dari diri kita, bukan berarti, di saat yang sama, itu adalah kegagalan kita. Semua orang memiliki garisan takdirnya masing-masing, memiliki timelinenya sendiri. Seperti kita yang mengejar kelas untuk kuliah setiap harinya, tidak tentu setiap waktunya orang-orang memiliki jadwal yang sama. Ada kalanya ketika kita kuliah, teman kita sedang istirahat karena kuliahnya masih satu atau dua jam lagi. Ada kalanya ketika teman kita ujian, kita ujian dua minggu lagi (soalnya temannya beda jurusan hehe). Maka jangan bersedih hati apabila teman kita lebih duluan untuk mencapai pencapaian yang lebih dari kita, mungkin kita akan mencapainya beberapa waktu lagi.

Ingat pula bahwa setiap orang memiliki rezeki dan ujiannya masing-masing. Mungkin saja teman kita mendapatkan rezeki untuk dapat menyelesaikan studinya dengan segera karena memiliki dosen yang mengayomi dan suportif. Namun mungkin ada ujian lain bagi diri mereka yang sebenarnya tidak kita ketahui. Mungkin pula ada suatu rezeki yang kita miliki yang diidam-idamkan sekali oleh dirinya. Maka jangan membandingkan rezeki kita dengan orang lain, karena tentu semua sudah sesuai dengan porsinya masing-masing. Dan yakinlah bahwa takdir Allah adalah yang terbaik bagi hamba-Nya.

Maka dari itu, semangat wahai diri! mungkin perjalananmu tidak semulus orang lain, tapi mungkin saja pelajaran yang kau dapatkan tidak didapatkan oleh orang lain. Nikmati saja setiap kejadian yang terjadi, semua itu adalah bagian dari pembelajaran. Namun jangan lupa untuk bersungguh-sungguh terhadap apa yang ingin dicapai dan mintalah pertolongan Allah. Teruslah bersabar dalam segala hal, bersabarlah dalam keadaan sedih maupun bahagia. Ketika terus-menerus direvisi, bersabarlah karena ini semua (insya Allah) akan segera berakhir. Ketika dipuji, bersabarlah karena tetap harus merevisi (hehe 😅). Semoga Allah mudahkan segala prosesnya untuk dapat memetik buah yang manis.

Tetap semangat!

- Mutiara, pejuang toga biru medali perunggu

Komentar